Penulis: Vera Zerlinda
Pendahuluan
Association of South East Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi kawasan Asia Tenggara yang terbentuk sebagai respon terhadap Perang Dingin. Terbentuknya ASEAN pada tahun 1967 dipelopori oleh lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura. ASEAN diyakini dapat menjaga stabilitas nasional dan regional melalui pembangunan ekonomi, karena pada masa Perang Dingin, terdapat negara-negara di Asia Tenggara yang mengalami pemberontakan berbasis ideologi komunisme.[1] Pada tahun 1976, kelima negara anggota ASEAN menyepakati terbentuknya Traktat Persahabatan dan Kerja Sama atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia).[2] Seiring dengan perkembangannya, ASEAN mulai melakukan perluasan keanggotaan yang mencakup seluruh negara di kawasan Asia Tenggara. Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ASEAN pada tahun 1984, Vietnam pada tahun 1995, Laos dan Myanmar pada tahun 1997, serta Kamboja pada tahun 1999.
ASEAN melaksanakan kerjasama dengan negara-negara di luar kawasan Asia Tenggara, atau yang disebut sebagai negara mitra dialog untuk membahas berbagai isu regional dan internasional, serta politik, keamanan dan ekonomi. Kerjasama ASEAN dengan negara-negara mitra dialognya telah dibentuk semenjak tahun 1974 melalui pertemuan antara pemimpin ASEAN dengan Australia sebagai mitra wicara pertama ASEAN. Negara-negara mitra dialog ASEAN berkembang mencakup Australia, New Zealand, Canada, Uni Eropa (EU), AS, India, Jepang, Korea Selatan, Tiongkok dan Rusia.[3] Mekanisme kerjasama antara ASEAN dan negara-negara mitra dialognya secara multilateral tergabung ke dalam ASEAN Post Ministerial Conference (PMC) dan ASEAN Regional Forum (ARF). Severino menyatakan bahwa untuk mencegah munculnya tumpang tindih kerjasama antara kedua mekanisme kerjasama tersebut, ARF difokusikan untuk membahas isu-isu keamanan di kawasan Asia dan Pasifik, sementara PMC lebih menitikberatkan kepada persoalan-persoalan ekonomi, sosial dan pembangunan.[4] Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme kerjasama ASEAN+1, yaitu dengan Tiongkok sebagai salah satu mitra dialog strategisnya.
Kerjasama ASEAN dan Tiongkok dalam Mekanisme ASEAN+1
ASEAN memiliki prinsip dan nilai-nilai dalam melaksanakan hubungan kerjasama eksternal dengan negara-negara di luar anggota ASEAN. Prinsip dan nilai tersebut tersebut terdapat dalam traktat TAC yang harus dipatuhi bukan hanya oleh negara-negara anggota ASEAN, tetapi juga oleh negara-negara mitra dialog yang menjalin kerjasama. TAC atau yang juga dikenal sebagai the ASEAN Way mengatur prinsip: pertama, menghormati dan menghargai kedaulatan negara anggota ASEAN; kedua, prinsip non-interference yaitu tidak menganggu kepentingan politik domestik negara-negara anggota ASEAN dan negara mitra dialog; ketiga, mengutamakan jalan perdamaian, musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan berbagai permasalahan; keempat, mengurangi penggunaan kekuatan militer, dan; kelima, secara efektif meningkatkan kerjasama.[5] Aturan-aturan dalam TAC tersebut kemudian disahkan ke dalam Piagam ASEAN (ASEAN Charter) yang disetujui pada ASEAN Summit ke-13 tahun 2007 di Singapura. Pasal 41 Piagam ASEAN mengatur prinsip dasar bagi ASEAN sebagai driving force dalam mekanisme regional, serta mengedepankan sentralitas ASEAN dan kerjasama regional dan pembangunan dengan negara-negara lain.[6]
Tiongkok merupakan negara besar yang terletak di kawasan Asia Timur dan memiliki kedekatan geografis dengan Asia Tenggara. Pada masa Perang Dingin, Tiongkok menjadi salah satu negara yang dipertimbangkan oleh ASEAN dalam hal kalkulasi keamanan dan kestabilan di kawasan, karena Tiongkok juga mendukung pergerakan-pergerakan komunisme di negara-negara Asia Tenggara. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Myanmar, Vietnam, Laos dan Kamboja banyak melakukan pergerakan komunisme yang didukung oleh Tiongkok dan Uni Soviet. Akan tetapi, perbedaan pemahaman dan pandangan Komunisme antara Tiongkok dan Uni Soviet menyebabkan timbulnya perselisihan dan konflik dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang dipengaruhi oleh Uni Soviet seperti Myanmar dan Vietnam.
Ancaman pengaruh Uni Soviet membuat Tiongkok mulai melakukan pendekatan dengan negara-negara non-komunis di kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1971 Tiongkok melakukan normalisasi hubungan dengan Myanmar, yang sebelumnya terganggu dengan provokasi Tiongkok pada masa revolusi Kultural, Malaysia kemudian membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada tahun 1974 yang diikuti oleh Filipina dan Thailand pada 1975.[7] Pengaruh dan hubungan antara Tiongkok dan negara-negara di Asia Tenggara juga semakin erat dengan bantuan dan dukungan yang diberikan Tiongkok kepada Pemerintahan Koalisi Negara Demokratik Kamboja (Coalition Government of Democratic Kampuchea) pada saat Vietnam menyerang Kamboja pada akhir 1978.[8] Terdapat kesamaan antara Tiongkok dan sebagian negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam memandang Vietnam dan Uni Soviet sebagai sebuah ancaman bagi kestabilan kawasan. Kerjasama dalam menangani konflik Kamboja-Vietnam menjadi titik balik pembangunan hubungan kerjasama antara negara-negara di Asia Tenggara dan Tiongkok. Pada tahun 1990 hubungan antara Indonesia dan Tiongkok kembali membaik, Singapura kemudian membuka hubungan diplomatik resmi dengan Tiongkok, yang diikuti oleh Brunei Darussalam pada tahun 1992.[9]
Hubungan kerjasama antara Tiongkok dan ASEAN semakin membaik pada saat dilibatkannya Tiongkok sebagai rekan dialog ASEAN pada Juli 1996 di ASEAN Ministerial Meeting (AMM) ke-29 di Jakarta. Kerjasama ekonomi dan perdagangan yang telah dijalin oleh ASEAN dan Tiongkok kemudian menjadi semakin intensif. Ekspor Tiongkok ke ASEAN meningkat dari US$ 4,3 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 17 miliar pada tahun 2000.[10] Sementara, ekspor ASEAN ke Tiongkok juga semakin meningkat dari US$ 4,5 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 12,2 miliar pada tahun 2000.[11] Investasi ASEAN di Tiongkok pada tahun 2001 mencapai US$ 26.2 miliar, dari yang sebelumnya US$ 90 juta pada tahun 1991.[12] Tiongkok dan ASEAN kemudian membentuk sebuah perjanjian kerjasama perdagangan bebas, yaitu ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) pada November 2002.[13] ACFTA merupakan perjanjian perdagangan bebas pertama yang dibentuk oleh ASEAN dengan negara di luar kawasannya.
ACFTA direalisasikan pada 1 Januari 2010 dan mencakup Perjanjian Perdagangan Barang, Perjanjian Perdagangan Jasa dan Perjanjian Investasi. Kedua belah pihak menyetujui ACFTA direalisasikan pada tahun 2010 dan melibatkan hanya 6 negara anggota ASEAN yaitu, Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Filipina (ASEAN-6). Sementara Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam (ASEAN-4) atau yang disebut sebagai anggota ASEAN baru, akan mengimplementasikan ACFTA pada tahun 2015. Pembentukan ACFTA diyakini dapat menciptakan sebuah kawasan ekonomi dengan 1,7 miliar konsumen, GDP regional sekitar US$ 2 triliun dan total perdagangan diestimasikan mencapai US$ 1,23 triliun.[14] ACFTA diyakini dapat mengurangi biaya, meningkatkan perdagangan intra-regional dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Kerjasama tersebut juga diharapkan dapat menimbulkan rasa komunitas antara ASEAN dan Tiongkok, sehingga dapat mendukung stabilitas ekonomi di Asia Timur, serta memiliki suara yang lebih besar dalam isu-isu perdagangan internasional yang menjadi kepentingan bersama; seperti pengakuan ASEAN terhadap status Tiongkok sebagai market-economy di World Trade Organization (WTO), yang mana banyak negara-negara lain tidak mengakui posisi Tiongkok.[15] Selain itu, ACFTA diprediksi akan meningkatkan ekspor ASEAN ke Tiongkok sebesar 48% dan ekspor Tiongkok ke ASEAN sebesar 55,1%, FTA juga meningkatkan GDP ASEAN sebesar 0.9% atau US$ 5.4 milyar dan GDP Tiongkok sebesar 0.3% atau US$ 2.2 milyar.[16]
Menurut Severino, meskipun secara individual masih terdapat negara-negara anggota ASEAN yang memiliki sentimen terhadap Tiongkok dan masih memiliki hubungan bilateral yang sangat kuat dengan kekuatan lain, akan tetapi secara keseluruhan Tiongkok merupakan mitra yang vital dan strategis bagi ASEAN.[17] Secara geografis, Tiongkok memiliki kedekatan geografis dan berbatasan dengan beberapa negara di kawasan Indochina ASEAN. Partisipasi Tiongkok di ARF juga menjadi krusial bagi efektivitas forum multilateral tersebut.[18] Secara ekonomi, Tiongkok merupakan kompetitor terbesar dalam hal pasar dan investasi, namun pada sisi lain, Tiongkok juga memiliki pasar barang dan jasa yang berkembang dengan cepat, sehingga dapat menjadi sumber potensial bagi investasi dan pertumbuhan turisme.[19]
Tiongkok juga merupakan negara mitra wicara ASEAN yang tergabung dalam mekanisme kerjsama eksternal ASEAN+3, yaitu sebuah perjanjian untuk memfasilitasi kerjasama dengan tiga negara di kawasan Asia Timur, mencakup Jepang dan Korea Selatan yang dibentuk pada tahun 1997. Mekanisme ASEAN+3 diprakarsai oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhamad pada tahun 1990 dalam bentuk East Asia Economic Grouping (EAEG). Hal tersebut didasari oleh oleh adanya kesadaran terhadap dominasi AS di kawasan Asia Tenggara, serta keinginan Malaysia untuk membentuk sebuah blok regional.[20]
Hubungan antara Tiongkok dan ASEAN menjadi semakin erat dengan ditandatanganinya Joint Declaration of the Heads of State/Government on Strategic Partnership for Peace and Prosperity pada ASEAN-China Summit ke-7, Oktober 2003 di Bali. Secara politik, kedua belah pihak sepakat untuk menghargai kedaulatan, integritas teritori dan pilihan independen dalam memilih jalan pembangunan. Secara ekonomi, kedua belah pihak telah menguatkan kontak dan pertukaran untuk saling melengkapi dan kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam hal keamanan, ASEAN dan berupaya untuk mewujudkan rasa saling percaya melalui dialog, menyelesaikan sengketa secara damai melalui negosiasi dan menyadari keamanan regional mengenai kerjasama. ASEAN dan Tiongkok juga terlibat dalam beberapa forum regional multilateral yang aktif membahas isu-isu regional dan internasional, Asia Cooperation Dialogue (ACD), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe Meeting (ASEM), Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) dan mekanisme kerjasama regional dan trans-regional lainnya.[21]
Tiongkok juga memberikan bantuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi ASEAN dalam proses menuju integrasi ekonomi ASEAN Economic Community (AEC). Bantuan yang diberikan berupa bantuan langsung seperti pemberian dana untuk pembangunan infrastruktur di negara-negara anggota ASEAN. Tiongkok juga membantu menyelesaikan ketimpangan pembangunan di ASEAN melalui kerangka Initiative for ASEAN Integration (IAI), menjadi rekan pembangunan untuk Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Filipina-East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), kerjasama dalam mewujudkan jaringan transportasi di ASEAN, menandatangani perjanjian kerjsama dalam sektor transportasi dengan ASEAN melalui kerangka the ASEAN-China Maritime Transport Agreement untuk jalur maritim di kawasan dan adopsi dari the ASEAN-China Aviation Cooperation Framework untuk jalur udara dan penerbangan.[22] Jaringan transportasi dan infrastruktur merupakan hal mendasar yang menghubungkan kesejahteraan lingkungan politik, ekonomi dan sosial di ASEAN, sehingga, perluasan lanjutan dari jaringan transportasi, infrastruktur logistik dan jasa merupakan hal yang sangat penting dalam percepatan pembentukan AEC.[23]
Pada tahun 2016, ASEAN dan Tiongkok telah menyepakati Plan of Action (POA) untuk mengimplementasikan ASEAN-China Strategic Partnership for Peace and Prosperity periode 2016-2020. POA tersebut juga bertujuan untuk membahas tantangan-tantangan regional dan global di masa yang akan mendatang. Melalui perjanjian tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan interaksi, konsultasi dan kerjasama melalui ASEAN-China Summit, ASEAN PMC with China (PMC+1), ASEAN-China Senior Officials Consultations (SOC), dan ASEAN-China Joint Cooperation Committee (JCC), serta forum-forum multilateral ASEAN lainnya.[24] Peningkatan kerjasama juga dilakukan pada area-area kerjasama lain seperti ekonomi dan perdagangan, pertukaran militer, kebudayaan dan pendidikan, industri, turisme serta isu-isu strategis lainnya,
Kesimpulan
Tiongkok merupakan sebuah negara besar yang terletak di kawasan Asia Timur yang menjadi salah satu negara mitra wicara ASEAN. Pada masa Perang Dingin, Tiongkok merupakan salah satu negara yang dipertimbangkan oleh negara-negara ASEAN dalam hal kalkulasi keamanan dan persebaran ideologi komunisme di kawasan Asia Tenggara. Akan tetapi, perebutan pengaruh komunisme antara Tiongkok dan Uni Soviet menyebabkan Tiongkok meulai melakukan pendekatan berbasis kerjasama dengan ASEAN untuk melawan Uni Soviet. Semenjak tahun 1971, Tiongkok mulai melakukan normalisasi hubungan dengan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti Myanmar, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Brunei Darussalam.
Kerjasama ASEAN dan Tiongkok menjadi semakin intensif melalui berbagai mekanisme bilateral, multilateral dan forum-forum regional yang dibentuk oleh ASEAN. Secara bilateral, Tiongkok dan ASEAN membentuk kerangka kerja perdagangan bebas ACFTA pada tahun 2002, yang direalisasikan pada tahun 2010. Semenjak terjalinnya kerjasama antara kedua belah pihak, Tiongkok telah menjadi mitra yang vital dan strategis bagi pembangunan ASEAN. Tiongkok juga memiliki peran yang efektif bagi ASEAN dalam forum-forum regional multilateral seperti ASEAN+3, ARF, dan PMC.
[1] Diane K. Mauzy dan Brian L. Job, “U.S Policy in South East Asia : Limited Re-engagement After Years of Benign Neglect,” Asian Survey Vol.47 issue 4 (2007): 622-641
[2] Kementerian Luar Negeri Indonesia, ASEAN: Selayang Pandang Edisi Ke-20, (Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, 2012), 1.
[3] Rodolfo Severino, Southeast Asia in Search of an ASEAN Community: Insights from the Former ASEAN Secretary General, (Singapore: ISEAS Publishing, 2006), 262.
[4] Ibid.
[5] “Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia: Indonesia, 24 February 1976,” ASEAN, 20 Februari 2012 https://asean.org/treaty-amity-cooperation-southeast-asia-indonesia-24-february-1976/ diakses 19 Mei 2019.
[6] “Charter of the Association of South East Asian Nations,” ASEAN https://asean.org/asean/asean-charter/charter-of-the-association-of-southeast-asian-nations/ diakses 19 Mei 2019.
[7] Severino, Southeast Asia, 275.
[8] Ibid., 276.
[9] Ibid., 277.
[10] Ibid, 286.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] “Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People’s Republic of China, Phnom Penh, 4 November 2002,” ASEAN, http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/item/framework-agreement-on-comprehensive-economic-co-operation-between-asean-and-the-people-s-republic-of-china-phnom-penh-4-november-2002-3 diakes 18 April 2019.
[14] ”Studies Unit Bureau for Economic Integration ASEAN Secretariat 18 January 2005” ASEAN, http://www.asean.org/news/item/the-economic-benefits-to-asean-of-the-asean-china-free-trade-area-acfta-1-by-raul-l-cordenillo-2 diakses 18 April 2019
[15] Severino, op.cit., 286.
[16] ASEAN-China Expert Group on Economic Cooperation, Forging Closer ASEAN-China Economic Relations in the Twenty First Century October 2001 (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2001), 31
[17] Severino, loc.cit.
[18] Ibid,
[19] Ibid.
[20] Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 76.
[21] ”Joint Declaration of The Heads of State/Government of The Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China on Strategic Partnership for Peace and Prosperity,” ASEAN, http://www.asean.org/news/item/external-relations-china-joint-declaration-of-the-heads-of-stategovernment-of-the-association-of-southeast-asian-nations-and-the-people-s-republic-of-china-on-strategic-partnership-for-peace-and-prosperity-bali-indonesia-8-october-2003 diakses 19 April 2018
[22] “Chairman’s Statement of the 11th ASEAN-China Summit Singapore, 20 November 2007,” ASEAN, http://www.asean.org/news/item/chairman-s-statement-of-the-11th-asean-china-summit-singapore-20-november-2007 diakses 19 April 2019.
[23] “The Thirteenth ASEAN Transport Ministers (ATM) Meeting Singapore, 1 November 2007 Joint Ministerial Statement,” ASEAN, http://www.asean.org/communities/asean-economic-community/item/the-thirteenth-asean-transport-ministers-atm-meeting-singapore-1-november-2007-joint-ministerial-statement diakses 19 April 2019.
[24] Plan of Action to Implement the Joint Declaration on ASEAN-China Strategic Partnership for Peace and Prosperity (2016-2010)