Environmental Security dalam Pandangan Brown dan Trombetta: Sebuah Review atas Permasalahan Lingkungan Hidup Global Kontemporer.

PENULIS: HASYA HANIFAN  
EDITOR:  M. Fatahillah dan Bambang D.W  
COPYRIGHT © IREC INDONESIA 2019

Bagaimanakah korelasi antara masalah-masalah lingkungan hidup global dengan studi keamanan internasional? Rumusan masalah tersebut menjadi latar belakang yang mendorong penulisan artikel ini. Artikel ini merupakan tulisan review atas pandangan Lester R. Brown (2011) dalam tulisannya yang berjudul World on the Edge: How to Prevent Environmental and Economic Collapse. Secara garis besar, tulisan Brown (2011) menjelaskan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh dunia saat ini bukan lagi berupa ancaman kekuatan militer, tetapi berkembang menjadi ancaman lingkungan yang dapat memengaruhi kondisi perekonomian negara, mengakibatkan kelangkaan sumber daya, bahkan mendorong kegagalan suatu negara dalam menciptakan lingkungan hidup yang nyaman bagi seluruh warga negaranya. Logika pemikiran Brown (2011) berusaha untuk mengaitkan isu lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi yang selama ini masih dianggap sebagai dua hal yang berseberangan oleh masyarakat umum. Sementara itu, beberapa tahun sebelumnya Maria J. Trombetta (2009) menerbitkan sebuah tulisan yang berjudul Environmental Security and Climate Change: Analysing the Discourse. Tulisan tersebut secara garis besar membahas tentang isu climate change dan menjelaskan bagaimana permasalahan tersebut masuk ke dalam kajian keamanan internasional. Tulisan karya Maria J. Trombetta (2009) menjadi bahan pembanding bagi tulisan Lester R. Brown (2011).

Brown (2011) secara spesifik menjelaskan bahwa ancaman bagi negara-negara di dunia saat ini bukanlah berupa agresi militer, namun berupa perubahan iklim, pertumbuhan populasi, kekurangan air, kemiskinan, kenaikan harga pangan, dan kegagalan negara. Kemudian Brown (2011) mengamati keterkaitan antara isu lingkungan dengan isu pertumbuhan ekonomi yang berkembang secara pesat sejak tahun 1950an. Pada periode tersebut, para ahli ekonomi terus melakukan analisa untuk menentukan perencanaan ekonomi di masa yang akan datang dan mereka memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan terus mengalami peningkatan. Namun di balik iming-iming tentang pertumbuhan ekonomi tersebut, terdapat banyak kekurangan yang berusaha ditutupi oleh negara, salah satunya adalah permasalahan kerusakan lingkungan hidup.

Para ekonom mainstream hanya sedikit yang berusaha memikirkan keberlanjutan dari ekosistem sebab pemikiran ekonomi modern hanya berorientasi pada pembangunan ekonomi sehingga tidak menghasilkan kebijakan ekonomi yang berkesinambungan dengan ekosistem. Jika pemikiran atau kebijakan tersebut dilanjutkan, maka hal itu akan berujung pada kehancuran ekosistem. Dalam konteks ini, terlihat jelas bahwa Brown (2011) berusaha memainkan perannya sebagai seorang analis di bidang ekonomi dan lingkungan untuk merubah pemikiran masyarakat tentang korelasi antara perekonomian dengan kelestarian lingkungan (ekosistem).

Guna memperkuat argumentasinya, Brown (2011) menjelaskan permasalahan lingkungan hidup global dengan memberikan contoh nyata. Pertama, Brown (2011) memberi gambaran tentang peristiwa “gelombang panas ekstrim” yang terjadi di Rusia pada musim panas tahun 2010. Peristiwa tersebut mengakibatkan 300-400 titik kebakaran yang muncul di bagian utara Rusia setiap harinya sehingga jutaan hektar lahan hutan dan ribuan rumah penduduk terbakar. Selain itu, peristiwa tersebut juga menyebabkan Moskow dipenuhi oleh asap yang mendorong banyak orang tua terkena penyakit pernapasan dan naiknya angka kematian karena stress. Dari sisi ekonomi, gelombang panas ekstrim membuat ribuan petani dilanda kebangkrutan hingga total kerugiannya mencapai 300 milyar dolar. Bahkan, Rusia yang dikenal sebagai negara pengekspor gandum terbesar ketiga di dunia pun harus menghentikan ekspor gandumnya untuk memenuhi kebutuhan gandum domestik karena gagal panen.

Kedua, Brown (2011) memberi gambaran tentang peristiwa hujan deras yang terjadi di pegunungan Pakistan bagian utara pada akhir bulan Juli tahun 2010. Hujan deras tersebut menyebabkan sungai Indus dan anak sungainya meluap hingga membanjiri pemukiman penduduk. Menurut data yang dirilis oleh pemerintah Pakistan terkait peristiwa tersebut, seperlima bagian dari wilayah negara tertutup oleh air. Maka, sebanyak 2 juta rumah hancur, lebih dari 20 juta orang menjadi korban, dan kurang lebih 2000 orang meninggal dunia. Selain itu, 6 juta hektar lahan pertanian juga hancur, serta jalan dan jembatan tersapu oleh air. Meskipun banjir terbesar dalam sejarah Pakistan tersebut diakibatkan oleh hujan yang deras, namun ada faktor lainnya yang turut menyebabkan, yakni ledakan jumlah populasi dan eksploitasi yang berlebih pada sumber daya alam. Pemadatan penduduk sebanyak 185 juta orang di beberapa wilayah membuat hampir 90 persen lahan hutan menghilang sehingga menyisakan sedikit lahan untuk menyerap air hujan. Terlebih lagi, Pakistan memiliki populasi ternak sapi, kerbau, domba, dan kambing sebanyak 149 juta yang pada akhirnya mengubah hutan menjadi ladang-ladang peternakan. Maka, ketika hujan deras mengguyur wilayah tersebut, lintasan air yang cepat telah mengikis tanah dan membuat pendangkalan reservoir sehingga mengurangi kapasitas tanah untuk menyimpan air hujan di dalamnya.

Melalui pemunculan contoh-contoh peristiwa bencana alam akibat kerusakan lingkungan hidup global dalam tulisannya, Brown (2011) memberi penjelasan kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi di Rusia dan Pakistan merupakan gambaran akan apa yang akan terjadi jika kita terus melakukan pengembangan ekonomi tanpa memedulikan kelestarian ekosistem. Pada akhirnya, hal itu menjadi bukti kuat bahwa masalah lingkungan hidup dapat memengaruhi stabilitas ekonomi dan keamanan suatu negara. Hal itu tentu saja menjadi pembelajaran sekaligus peringatan bagi pemerintah untuk mulai memfokuskan pembangunan lingkungan hidup di samping pembangunan ekonomi agar keamanan hidup manusia tetap terjaga. Berdasarkan argumen tersebut, saya setuju dengan pemikiran Brown (2011). Sebab menurut saya, secara ilmiah memang benar bahwa jumlah populasi yang terus bertambah pada ekosistem dan perusakan hutan secara terus menerus dapat membawa peristiwa iklim yang jauh lebih ekstrim daripada dugaan kita.

Sementara itu, Maria J. Trombetta (2009) telah lebih dulu menjelaskan istilah “climate security” yang menurutnya mewakili upaya untuk memasukkan isu lingkungan hidup global ke dalam agenda keamanan internasional. Debat tentang keamanan lingkungan mulai mendapat momentum pada periode tahun 1980-an dengan munculnya masalah lingkungan hidup global seperti menipisnya lapisan ozon yang mengakibatkan pemanasan global. Dalam konteks tersebut, keamanan lingkungan dipandang sebagai konsep yang baik untuk memberikan peringatan kepada para analis keamanan tradisional mengenai pentingnya isu lingkungan sehingga masalah tersebut harus masuk ke dalam agenda politik. Terlepas dari momentum itu, hubungan antara perubahan lingkungan hidup global dengan keamanan internasional tetap menjadi topik yang diperdebatkan. Hal itu karena masalah lingkungan seringkali dibungkam oleh ancaman yang lebih mendesak atau peluang untuk mempertimbangkan masalah lingkungan sebagai bagian dari masalah keamanan masih mendapat banyak tantangan. Jadi, meskipun konsep keamanan lingkungan menjadi wacana di Dewan Keamanan PBB, namun perwakilan negara-negara tetap terbagi dalam dua kubu (pro dan kontra). Menurut saya, isu keamanan lingkungan masih mendapatkan banyak tantangan atau diperdebatkan karena belum ada kesepakatan bersama mengenai definisi keamanan di tingkat dunia. Sebagian besar masyarakat juga masih menganggap bahwa masalah keamanan sangat identik dengan aktor berupa negara dan militer.

Selanjutnya Trombetta (2009) menjelaskan bahwa perdebatan tentang keamanan lingkungan telah dipinggirkan oleh bayang-bayang perang melawan teror sehingga ancaman terorisme nampak lebih mendesak dan serius daripada ancaman lingkungan. Namun, selama beberapa tahun terakhir kekhawatiran atas perubahan iklim telah mendapatkan momentumnya kembali. Beberapa faktor telah berkontribusi pada perkembangan baru ini. Di satu sisi, terdapat konsensus yang berkembang tentang dampak antropogenik dari perubahan iklim. Namun di sisi lain, sejak penarikan Amerika Serikat dari Protokol Kyoto terdapat beberapa “langkah sekuritisasi” yang bertujuan untuk mempromosikan kembali tindakan melawan perubahan iklim beserta konsekuensinya di kedua sisi samudera Atlantik.

Berdasarkan argumentasi-argumentasinya, Trombetta (2009) berusaha membangun logika tentang bagaimana mengubah krisis lingkungan dan perubahan iklim menjadi isu keamanan internasional. Apa yang dilakukan oleh Trombetta (2009) merupakan bentuk advokasi terhadap masalah-masalah lingkungan hidup global dengan cara menyebarluaskan informasi berupa data atau analisa (pemikiran) mengenai permasalahan tersebut. Menurut saya, masalah lingkungan harus segera disepakati sebagai isu keamanan global karena masalah tersebut berkelindan dengan masalah-masalah lainnya. Misalnya saja masalah pertumbuhan populasi yang cepat dan tidak terkendali nantinya berdampak pada kelangkaan lahan pertanian, mengeringnya sumber mata air, menghilangnya hutan, terkikisnya tanah, pengangguran meningkat, dan bahkan kelaparan massal. Dalam kondisi yang sedemikian itu, tatanan sosial-politik akan berubah menjadi anarki sehingga stabilitas keamanan dan perdamaian dalam negara terancam.

Dari kedua pemikiran tokoh yang telah dibahas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa isu keamanan lingkungan merupakan masalah yang sangat penting untuk diperhatikan karena berpengaruh pada stabilitas sebuah negara juga masyarakat yang ada di dalamnya. Jika isu lingkungan terus diabaikan, maka dunia akan berada di ambang kehancuran dan peradaban manusia akan menghilang. Perbedaan dari kedua pemikiran di atas terletak pada sudut pandang pemikirnya dalam membahas isu keamanan lingkungan. Lester L. Brown (2011) memandang isu lingkungan dari segi ekonomi, sedangkan Maria J. Trombetta (2009) membahas isu keamanan lingkungan berdasarkan perdebatan yang berkembang dari sudut pandang kaum realis. Meskipun agak sedikit berbeda dalam cara pandang yang di gunakan, kedua tokoh tersebut sama-sama memiliki kepedulian yang besar terhadap permasalahan lingkungan hidup global dan keduanya berusaha untuk mengadvokasi permasalahan tersebut melalui jalur epistemik.

REFERENSI

Brown, Lester R. 2011. World on the Edge: How to Prevent Environmental and Economic Collapse. New York: W.W. Norton & Company

Trombetta, Maria J. 2009. Environmental security and climate change: analysing the discourse. Cambridge: Cambridge Review of International Affairs.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *