Mayor Benny Moerdani dalam Dua Masa Konfrontasi Indonesia – Malaysia.

“Benny Moerdani adalah anak bangsa yang sangat berjasa. Dia itu prajuritnya prajurit. Artinya, tidak pernah berpikir selain untuk negara” 

(K.H. Abdurrahman Wahid, Presiden RI Ke-4) 

Pada tahun 1963, pemerintah Republik Indonesia menetapkan kebijakan politik konfrontasi terhadap Persekutuan Tanah Melayu. Kebijakan tersebut merupakan upaya Presiden Soekarno untuk menentang pembentukan Federasi Malaysia yang disponsori oleh Inggris sehingga dipersepsikan sebagai negara boneka imperialis di wilayah Asia Tenggara. Konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia berakhir secara resmi pada tahun 1966 ketika kedua negara menyepakati perjanjian perdamaian di Bangkok, Thailand. Terciptanya perdamaian antara Indonesia dengan Malaysia seringkali digambarkan secara umum sebagai akibat dari pergantian rezim di Indonesia yang menumbangkan Soekarno (Orde Lama) dan menegakkan Soeharto (Orde Baru). Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat kisah-kisah lain yang lebih spesifik menggambarkan proses perdamaian tersebut sehingga menarik untuk dibahas guna menambah wawasan generasi penerus bangsa.

Salah satu kisah yang menarik dalam peristiwa Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah peran Mayor Benny Moerdani sebagai prajurit dan diplomat yang mengemban kepentingan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Mayor Benny Moerdani merupakan prajurit TNI yang tangguh dari kesatuan RPKAD (kini bernama KOPASSUS). Ia dilahirkan di Cepu, Blora, Jawa Tengah pada tanggal 2 Oktober 1932 dengan nama lengkap Leonardus Benyamin Moerdani. Karir militernya dimulai dengan bergabung ke kesatuan Tentara Pelajar di Solo, Jawa Tengah dan kemudian mendaftarkan diri ke Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat (P3AD) di Bandung, Jawa Barat pada akhir tahun 1950. Selanjutnya, Mayor Benny Moerdani menjadi salah satu dari 30 orang lulusan P3AD yang diterima di Sekolah Pelatih Infanteri (SPI).

Setelah menyelesaikan pendidikan dan aktif berdinas di militer, Mayor Benny Moerdani terlibat dalam Operasi Naga yang dilancarkan oleh TNI pada tahun 1962 untuk menduduki kota Merauke sehingga mengacaukan konsentrasi pasukan Belanda di Pulau Biak. Saat pertama kali wacana tentang pelaksanaan Operasi Naga muncul, tidak ada perwira senior di tubuh TNI yang berani mengajukan diri untuk memimpin operasi tersebut. Sebab pada saat itu operasi lewat udara (penerjunan) dinilai mustahil akan sukses karena pada aksi sebelumnya seluruh pasukan TNI yang diterjunkan ke wilayah Papua Barat selalu hilang. Dalam situasi yang sedemikian itu, Mayor Benny Moerdani menyatakan bersedia memimpin Operasi Naga padahal pangkatnya masih belum cukup untuk memimpin unit kesatuan besar. Oleh karena itu, pada awalnya banyak pihak yang meragukan kemampuan Mayor Benny Moerdani dalam memimpin Operasi Naga di wilayah Papua Barat. Akan tetapi pada akhirnya Mayor Benny Moerdani mampu menunjukkan kecakapannya dalam memimpin Operasi Naga sehingga misi tersebut terlaksana dengan baik.

Pasca pelaksanaan Operasi Naga, nama Mayor Benny Moerdani melambung di kalangan TNI bahkan mendapatkan apresiasi dari Presiden Soekarno. Oleh karena itu, ketika meletus konflik antara Indonesia dengan Malaysia karena kebijakan politik konfrontasi yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno, Mayor Benny Moerdani memainkan perannya sebagai prajurit TNI di garis depan pertempuran. Mayor Benny Moerdani mendapat tugas dari Letnan Jenderal Ahmad Yani (Panglima Angkatan Darat) untuk mengamankan wilayah perbatasan Indonesia di Kalimantan Utara dari penyusupan pasukan Inggris selama konfrontasi berlangsung. Maka, Mayor Benny Moerdani beserta pasukannya melakukan penyamaran dan bergabung dengan gerilyawan TNKU (Tentara Nasional Kalimantan Utara) yang memberontak terhadap Kesultanan Brunei serta menolak pembentukan Federasi Malaysia. Prestasi gemilang Mayor Benny Moerdani dalam menjalankan operasi tersebut adalah keberhasilannya menawan seorang prajurit dari kesatuan elit tentara kerajaan Inggris, Special Air Service (SAS).

Mayor Benny Moerdani beserta pasukannya terus melaksanakan operasi-operasi khusus di wilayah Kalimantan Utara sesuai perintah pimpinan TNI di Jakarta. Kemudian pada bulan Agustus 1964, Mayor Benny Moerdani diperintahkan untuk kembali ke Jakarta oleh pimpinan TNI. Perintah tersebut merupakan respon dari pimpinan TNI atas situasi konflik Indonesia-Malaysia yang kian memanas sehingga Inggris berencana mengerahkan seluruh kekuatan tempurnya untuk menyerang wilayah-wilayah strategis di NKRI. Jika Inggris menyerang pulau Jawa dan pulau Sumatera secara besar-besaran, serangan tersebut tentu akan sangat merugikan bagi kepentingan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pimpinan TNI membutuhkan informasi intelijen dari Mayor Benny Moerdani untuk merancang strategi pertahanan jika benar-benar terjadi serangan dari Malaysia yang didukung oleh Inggris, Australia dan Selandia Baru.

Di lain sisi, terjadi pergolakan politik di dalam negeri Indonesia yang berujung pada peristiwa pemberontakan G-30-S PKI tahun 1965 dan berhasil digagalkan oleh Mayor Jenderal Soeharto. Tidak lama setelah peristiwa tersebut, Mayor Jenderal Soeharto mulai memegang kendali pemerintahan dan secara perlahan mengikis kekuatan politik Presiden Soekarno. Tegaknya kepemimpinan Mayor Jenderal Soeharto merupakan fase awal bagi terciptanya hubungan baru antara Indonesia dengan Malaysia. Secara diam-diam, Mayor Jenderal Soeharto menugaskan Mayor Benny Moerdani untuk melaksanakan operasi khusus di wilayah semenanjung Malaya. Operasi tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan politik dari tokoh masyarakat/elit politik Malaysia yang menolak pembentukan Federasi Malaysia dan mengkaji kebenaran dari pendapat bahwa Indonesia telah dikepung oleh kekuatan neo-kolonialisme Inggris.

Operasi khusus yang dilaksanakan oleh Mayor Benny Moerdani atas perintah Mayor Jenderal Soeharto merupakan langkah senyap yang tidak banyak diketahui oleh khalayak umum pada masa itu. Target dari operasi tersebut adalah seluruh elemen masyarakat di dalam negeri Malaysia yang menentang pembentukan Federasi Malaysia, kelompok yang pro kepada Indonesia, serta pihak-pihak yang menyetujui penyelesaian konfrontasi secara damai. Operasi tersebut dibagi menjadi empat jenis, yakni: operasi teritorial, operasi kantong, operasi intelijen dan operasi ganyang. Namun pada akhirnya, target operasi khusus yang dipimpin oleh Mayor Benny Moerdani justru lebih condong kepada upaya penyelesaian konfrontasi secara damai. Kemudian Mayor Benny Moerdani berhasil menjalin kontak secara rahasia dengan tokoh-tokoh Malaysia yang pro perdamaian berkat bantuan Des Alwi (anak angkat Sutan Sjahrir).

Perundingan perdamaian yang pertama dilakukan oleh Mayor Benny Moerdani dengan Tun Abdul Razak (Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan Malaysia) di Hotel Erawan, Bangkok, Thailand pada bulan November 1965. Kemudian perundingan-perundingan selanjutnya dilakukan oleh Mayor Benny Moerdani dengan beberapa pejabat tinggi Federasi Malaysia di Bangkok (Thailand) dan Kuala Lumpur (Malaysia) dalam suasana yang hangat serta bersahabat. Pada tanggal 24 Mei 1996, kedua negara sepakat untuk berdamai dan memulai pertemuan bilateral secara resmi (terbuka). Tiga hari setelah itu, pemerintah Indonesia mengirim duta persahabatan yang terdiri dari Laksamana Muda O. B. Syaaf, Kolonel Yoga Soegomo, Brigadir Jenderal Kemal Idris dan lain sebagainya ke Kuala Lumpur. Rombongan tersebut mendarat di Bandar Udara Internasional Subang dengan disambut oleh Tun Abdul Razak (Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan Malaysia) dan Tan Sri Ghazali Shafie (Kepala Dinas Intelijen Malaysia).

Berdasarkan uraian di atas, Mayor Benny Moerdani bertindak sebagai prajurit dan diplomat yang secara profesional menjalankan amanah negara berdasarkan perintah Presiden Republik Indonesia dalam masa konflik dan damai Indonesia-Malaysia. Sebagai prajurit, Mayor Benny Moerdani berani mengorbankan diri dengan terjun langsung ke medan pertempuran antara Indonesia dengan Malaysia. Sedangkan sebagai diplomat, Mayor Benny Moerdani secara rahasia melakukan diplomasi untuk membuka jalan bagi proses perdamaian antara Indonesia dengan Malaysia. Proses tersebut diawali dengan pertemuan rahasia antara Mayor Benny Moerdani dengan Tun Abdul Razak di Bangkok hingga puncaknya terjadi pertemuan resmi antara Presiden Soeharto dengan Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966. Berakhirnya konfrontasi Indonesia-Malaysia menumbuhkan kembali kepercayaan negara-negara di Asia Tenggara kepada Indonesia dan Mayor Benny Moerdani diberi gelar kehormatan “Tan Sri Leonardus Benny Moerdani” oleh pemerintah Malaysia. Selanjutnya Mayor Benny Moerdani dipercaya oleh pemerintah Republik Indonesia untuk menjadi Kepala Penghubung Indonesia-Malaysia yang berkedudukan di Kuala Lumpur.

 

DAFTAR REFERENSI

Anissa, K. (2009). Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, dan Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. Yogyakarta: Garasi.

Asyhad, M. H. (2017, Agustus 21). Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Ketika Mayor Benny Moerdani Berhasil Menawan Seorang Personel SAS. Intisari Online. Diakses dari http://intisari.grid.id/read/0399029/konfrontasi-indonesia-malaysia-ketika-mayor-benny-moerdani-berhasil-menawan-seorang-personel-sas?page=all.

Cipto, B. (2007). Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap Dinamika, Kondisi Riil dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ekoprasetyo. (2018, Oktober 11). Rencana Terselubung Soeharto Membombardir Habis-Habisan Malaysia & Peran LB. Moerdani. Tribun Jambi Online. Diakses dari http://jambi.tribunnews.com/2018/10/11/rencana-terselubung-soeharto-memborbardir-habis-habisan-malaysia-peran-lb-moerdani?page=all.

Maksum, A. (2017). Menyingkap Tabir Hubungan Indonesia-Malaysia: Menguak Fakta Di Balik Sengketa Kedua Negara. Yogyakarta: The Phinisi Press.

Pareno, S. A. (2014). Rumpun Melayu: Mitos dan Realitas. Surabaya: Luthfansah Mediatama.

Salim, H. J. (2014, Oktober 25). Peringatan 10 Tahun LB Moerdani Wafat Digelar di Balai Sudirman. Liputan 6 Online. Diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/2124378/peringatan-10-tahun-lb-moerdani-wafat-digelar-di-balai-sudirman.

Seta, Putra D. C. (2018, September 11). Benny Moerdani Pimpin Operasi Naga di Irian Barat, Pakai Strategi “Kucing-Kucingan” Hadapi Belanda. Tribun News Online. Diakses dari http://surabaya.tribunnews.com/2018/09/11/benny-moerdani-pimpin-operasi-naga-di-irian-barat-pakai-strategi-kucing-kucingan-hadapi-belanda?page=4.

Sitompul, Martin. (2015, September 10). Pasukan Penerjun Operasi Naga Kesasar di Hutan Papua. Majalah Historia Online. Diakses dari https://historia.id/modern/articles/pasukan-penerjun-operasi-naga-kesasar-di-hutan-papua-P9j1l.

Tempo. (2015). Seri Buku Tempo: Benny Moerdani. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Tim Liputan 6. (2004, Agustus 29). Hari Ini L. B. Moerdani Dimakamkan. Liputan 6 Online. Diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/85046/hari-ini-lb-moerdani-dimakamkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *